Iklan

 


 


Kemacetan Parah di Pelabuhan Tanjung Priok: Gagalnya Sistem Digital atau Koordinasi?

Jumat, 18 April 2025, April 18, 2025 WIB Last Updated 2025-04-19T00:45:02Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 



(Jakarta, 18 April 2025): Kemacetan panjang yang melanda Pelabuhan Tanjung Priok pasca-libur Idul Fitri 2025,menjadi sorotan utama bagi banyak pihak. Kemacetan yang memanjang hingga lebih dari delapan kilometer, dengan antrean ribuan truk logistik yang mengular di sepanjang jalan, tidak hanya mengganggu aktivitas pelabuhan, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap akses vital menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kejadian ini terjadi pada Rabu hingga Kamis (16-17 April 2025), dan dianggap sebagai indikasi adanya masalah besar dalam sistem logistik nasional Indonesia.



Peristiwa tersebut berawal dari peningkatan kendaraan logistik yang luar biasa, di mana jumlah truk yang biasanya beroperasi sekitar 2.500 unit per hari, meningkat menjadi lebih dari 4.000 unit per hari pasca-libur Idul Fitri. Menangapi hal tersebut, DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar., menjelaskan bahwa peningkatan volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk yang adaptif dan efisien. 



Meskipun sistem digitalisasi yang diterapkan Pelindo tetap beroperasi dengan baik, namun sistem pendukung dan pengaturan gate pass yang berbasis waktu secara real-time dinilai belum optimal dalam menangani pemutaran volume kendaraan yang terjadi. “Dari situ tantangan utama bukan hanya masalah infrastruktur fisik pelabuhan, tetapi juga terletak pada lemahnya regulasi mikro serta kurangnya koordinasi lintas sektor yang terlibat dalam pengelolaan sistem logistik nasional,” tegas DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar, yang juga pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), di Jakarta (18/04/2025).



Ditambah lagi bahwa persoalan ini lebih dari sekadar kemacetan musiman.” Ini adalah sinyal kegentingan sistem logistik nasional yang memerlukan perhatian serius. Tata kelola pelabuhan harus bertransformasi menjadi sistem yang prediktif dan berbasis data agar dapat mengantisipasi berbagai permasalahan yang timbul,” ujar Capt. Marcellus Hakeng. Dari data terbaru bahwa aktivitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok pada kuartal pertama tahun 2025 tercatat mencapai 1,88 juta TEUs, yang mengalami kenaikan sebesar 7,2% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,3 juta TEUs berasal dari kegiatan ekspor-impor, sementara sisanya berasal dari kegiatan domestik.



Kapten Marcellus Hakeng menilai bahwa meskipun ada peningkatan volume yang signifikan, sistem penerimaan dan pengeluaran kontainer di pelabuhan ini belum mampu untuk menangani kinerja tersebut. “Salah satu masalah utama, adalah ketidakakuratan dalam sistem penumpukan di container yard, yang menyebabkan waktu sandar kapal menjadi lebih lama dan berujung pada penumpukan dan antrean panjang truk logistik yang keluar dari pelabuhan,” tegasnya.



Meskipun Pelindo sudah menerapkan sejumlah sistem seperti Terminal Operating System (TOS), autogate, dan jadwal gate pass berbasis waktu, implementasi sistem-sistem ini masih terbentur pada masalah rendahnya tingkat kepatuhan dari operator logistik serta kurangnya integrasi data yang efektif antara pelabuhan, penyedia jasa truk, dan pengelola lalu lintas. Sistem-sistem yang telah diterapkan pun belum mampu mengatasi masalah antrean yang terjadi, yang mengindikasikan bahwa permasalahan ini lebih kompleks dari sekedar pengelolaan waktu masuk dan keluar kendaraan.



Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, justru Indonesia masih menghadapi permasalahan klasik yang sudah lama terabaikan, seperti antrean kendaraan yang panjang, tumpukan kontainer, serta keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Kapten Marcellus Hakeng mengungkapkan bahwa reformasi sistem logistik pelabuhan Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh. “Rekomendasi yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi masalah ini, adalah penerapan sistem pre-booking gate time yang berbasis data real-time,” tegas Hakeng.



Selanjutnya DR. Capt. Marcellus Hakeng memaparkan bahwa perlu dilakukan kajian pengembangan digital twin pelabuhan untuk melakukan simulasi beban harian pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. “Serta,peningkatan koordinasi yang lebih erat antara Pelindo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas), dan asosiasi logistik,” jelas Hakeng. 



Menurutnya, jika Indonesia ingin menjadi poros maritim dunia, maka sektor logistik, khususnya pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, harus dikelola dengan lebih baik dan efisien. “Kita harus beralih dari paradigma reaktif yang hanya menanggulangi masalah setelah terjadi, menuju strategi logistik nasional yang prediktif dan tangguh. Jika kita tidak bisa mengelola Tanjung Priok dengan baik, maka impian untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan sangat sulit tercapai,” kata Hakeng dengan penuh keyakinan.



Kemacetan parah yang terjadi di Tanjung Priok ini bukan sekadar menghadirkan peringatan, melainkan juga dapat dijadikan sebuah momentum yang harus dimanfaatkan untuk mempercepat reformasi sektor logistik nasional. “Jika tidak ada langkah-langkah yang tepat, dan terkoordinasi untuk memperbaiki tata kelola logistik, maka Indonesia akan kesulitan dalam menangani penangkapan arus barang yang terjadi pada periode tertentu, serta menjadi kurang kompetitif di pasar global.



Pengamat kritis ini juga mengingatkan bahwa kemacetan yang terjadi di Tanjung Priok harus menjadi titik balik untuk mewujudkan sistem logistik yang lebih modern, efisien, dan dapat diandalkan dalam menghadapi tantangan logistik baik di tingkat nasional maupun internasional. Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem logistik yang lebih tangguh, mampu menangani musiman.

“Juga, siap bersaing dengan negara-negara tetangga yang telah lebih dulu maju dalam mengembangkan infrastruktur logistik mereka. Tanpa langkah konkret dan reformasi yang menyeluruh, Indonesia berisiko tertinggal jauh dalam persaingan logistik regional dan global,” imbuh Kapten Hakeng. (*)

Komentar

Tampilkan

Terkini