BATAM - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi memeriksa 12 perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam, Kepulauan Riau yang masuk daftar pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Melalui Operasi Wira Waspada pada tanggal 11-12 Maret 2025, Imigrasi menekan potensi pelanggaran keimigrasian oleh Warga Negara Asing (WNA) yang dijamin perusahaan PMA yang diduga tidak memenuhi persyaratan. Sebelumnya, operasi ini telah dilaksanakan di Bali dan Maluku Utara pada Januari-Februari 2025 dan berhasil menindak 32 WNA.
Dalam operasi ini, Imigrasi juga bertujuan pengawasan terhadap perusahaan PMA yang diduga fiktif, dan WNA yang terindikasi melanggar aturan. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, ditemukan 12 badan usaha PMA yang masuk daftar penabutan Nomor Induk Berusaha (NIB). Beberapa perusahaan yang terkena pencabutan NIB menyatakan tidak beroperasi dan meminta peninjauan kembali kepada BKPM.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Yudi Yusman, menyampaikan bahwa Direktorat Imigrasi akan tetap mendukung pengawasan terbuka terhadap izin tinggal dan perusahaan yang beroperasi di Indonesia. “Kami telah menemukan berbagai indikasi, termasuk merujuk dokumen, NIB, hingga merujuk penggunaan informasi berbagai perusahaan,” ungkapnya dalam keterangan pers yang disampaikan di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam, Kamis (13/03/2025).
Sejumlah perusahaan yang masuk daftar pencabutan izin usaha merupakan PMA yang tidak memiliki kegiatan usaha riil dan hanya digunakan untuk mempermudah izin tinggal tenaga kerja asing. Sebanyak 13 orang di antaranya masih berada di Wilayah Indonesia dan akan dimasukkan ke dalam DPO Keimigrasian, dan 9 WNA yang berada di luar wilayah Indonesia akan dilakukan Izin Tinggal Keimigrasian.
Sehubungan dengan operasi target wilayah industri, delapan warga negara asing diamankan karena diduga melanggar aturan keimigrasian. Satu warga negara Austria berinisial BK, yang sebelumnya pemegang investor ITAS dan direktur PT All About Citra, diduga mendirikan perusahaan fiktif untuk memperpanjang masa tinggal di Indonesia tanpa aktivitas investasi yang jelas. Tiga warga negara Tiongkok lainnya, yaitu JM, CC, dan CK, diamankan saat bekerja di PT Chuang Sheng Metal. JM dan CC, yang memiliki investor ITAS, diduga menyalahgunakannya dengan bekerja sebagai buruh kasar, sementara CK, yang hanya memiliki izin tinggal berkunjung, juga diduga melanggar aturan dengan bekerja di perusahaan tersebut. Selain itu, empat warga negara Tiongkok berinisial ZH, MN, LH, dan LZ kedapatan bekerja di PT Sun Gold Solar meskipun hanya memiliki izin tinggal berkunjung, sehingga diduga menyalahgunakan izin tersebut.
Selain operasi ini, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam juga sedang mengkonfirmasi kasus Tindak Pidana Keimigrasian yaitu 13 WNA warga Bangladesh berinisial RK, SR, dan SM yang masuk wilayah Indonesia tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Mereka diduga melanggar Pasal 113 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Selain itu, perusahaan yang terbukti melanggar aturan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 121 huruf b UU Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Secara keseluruhan, dalam operasi pengawasan modal asing (OPS PMA) yang dilakukan sebelumnya di Bali, Imigrasi berhasil menemukan 20 perusahaan fiktif yang diduga hanya digunakan sebagai perusahaan boneka bagi tenaga kerja asing. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam menegakkan aturan dan mencegah praktik-praktik yang membahayakan negara. Dalam operasi serupa di Maluku Utara, Ditjen Imigrasi telah mendeportasi 14 WNA dan menugaskan 10 orang lainnya dalam DPO Keimigrasian. Dengan pengawasan yang lebih ketat, Ditjen Imigrasi memastikan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia mematuhi seluruh peraturan keimigrasian yang berlaku.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Imigrasi, Godam, menegaskan bahwa operasi ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan keimigrasian dan menjaga ketertiban umum. “Operasi Wira Waspada ini kami laksanakan untuk memberikan efek jera bagi pelanggar aturan, serta memastikan bahwa WNA yang beraktivitas di Batam mematuhi peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3), setiap Penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminan yang ditetapkan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengawasan yang dilakukan oleh Ditjen Imigrasi memastikan bahwa hanya WNA berkualitas yang dapat tinggal dan bekerja di Indonesia. Jangan sampai masyarakat kita dirugikan oleh WNA yang tidak menaati aturan atau berpotensi membahayakan privasi dan keamanan, tutup Godam. (Nursalim Turatea).