Bandung - Dilansir Klikberita.net Kuasa Hukum dari Taruna Utama Josia Alvino Pangaribuan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Kemenkumham. Dr. Maruba Sinaga S.H., M.H., menyampaikan bahwa pemberhentian dan Putus Studi sebagai Siswa Taruna dinilai sangat tidak Relefan dengan menyampingkan HAM dan sangat jelas ada diskriminatif, ungkapnya kepada awak media di Bandung, Kamis (27/2/25).
Lebih lanjut di jelaskan bahwa Taruna Utama Politeknik Politeknik Ilmu Pemasyarakatan atas nama Josia Alvino Pangaribuan yang diberhentikan dan Putus Studi lewat Surat Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor SDM-10.SM.09.03 Tahun 2024 Tanggal 24 September 2024 yang diterima oleh Ibu Taruna tersebut pada tanggal 22 Oktober 2024 melalui pesan singkat WhatApp. Ujarnya
Oleh karena itu upaya hukum berupa Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung (PTUN Bandung) yang di daftarkan oleh Dr. Maruba Sinaga S.H., M.H., selaku Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Josia Alvino Pangaribuan, pada tanggal 20 September 2024 dengan Register Perkara Nomor : 177/G/2024/PTUN.BDG, tinggal menunggu Putusan Majelis Hakim.
Terungkap dalam fakta dan keterangan saksi Ahli yang dihadirkan Penggugat Dr. Selamat Lumbangaol, SH. MKn Dosen di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma di persidangan, menyampaikan jelas sekali bahwa Objek Perkara bertentangan dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 7 ayat (2) huruf g, Pasal 61 ayat (1), Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Bahwa pemberitahuan Surat Keputusan setelah 20 (dua puluh) hari kerja sehingga bertentangan dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yaitu melewati tenggang waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak Keputusan menimbulkan kerugian bagi Warga Masyarakat (Pasal Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan) atau melewati tenggang waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak Keputusan ditetapkan (Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan). Oleh karena itu Penerbitan Surat Keputusan telah melanggar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kepastian Hukum, Surat Keputusan disampaikan melalui Pesan WhatsApp (WA) oleh Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (POLTEKIP) BUKAN oleh Tergugat (Kepala BPSDM Kemenkumhan yang menerbitkan Surat Keputusan), secara hukum dan prosedural Surat Keputusan berakibat hukum menjadi cacat yuridis, tidak sah atau batal, dicabut dan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, dan berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian asas kecermatan menurut UU AP 2014 tersebut dapat ditangkap sebuah pengertian bahwa setiap Pejabat Negara/Pemerintahan harus bersikap hati-hati dan cermat dalam membuat keputusan atau ketika melakukan suatu tindakan dengan selalu mendasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan, sehingga keputusan dan/atau tindakan yang dibuatnya bermuara pada keadilan sehingga tidak merugikan para pihak yang terkena dampak keputusan yang dibuat oleh Pejabat Pemerintahan tersebut. Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil suatu ketetapan, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang diteliti, itu berarti tidak cermat. Kalau pemerintahan secara keliru tidak memperhitungkan kepentingan pihak ketiga, itu pun berarti tidak cermat.
Bahwa nilai yang terkandung dalam Asas Kecermatan bila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam perkara in litis, terbukti seperti yang disampaikan Oleh PUTRANTO PRI HARDOKO, A.Md.I.P., S.H selaku Ketua Team Pemeriksa serta Kasubag Ketarunaan yang dihadirkan sebagai Saksi Fakta dari tergugat bahwa Tergugat telah bertindak kurang teliti dan tidak cermat, karena Pelapor : Manuela Violina Sibagariang tidak diperiksa sama sekali untuk diminta keterangan dalam Sidang Pemeriksaan di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, Mereka juga menyampingkan adanya Restorasi Justice yang diserahkan Penggugat Kepada Direktur Politeknik Ilmu Pemasyarakatan bahwa telah adanya pencabutan Laporan Pengaduan Pelapor dengan Surat Permohonan Pencabutan Laporan tanggal 13 Agustus 2024 dari Pelapor Manuela Violina Sibagariang kepada Direktur Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan dengan adanya Perdamaian antara Pelapor dan Terlapor dengan adanya Surat Perdamaian tanggal 13 Agustus 2024 antara Pihak Pertama : JOSIA ALVINO PANGARIBUAN dan Pihak Kedua : MANUELA VIOLINA SIBAGARIANG, yang disaksikan : Saksi Pihak Pertama : 1. Lasman Pangaribuan, 2. Santi Roika Sitorus, Saksi Pihak Kedua : 1. Jefry Andi Tampubolon, 2. Ronaldo Sibagariang, sehingga secara prosedural dan secara hukum dapat diakhiri atau dihentikan masalah Pelapor dan Terlapor terkait dengan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan. Oleh karena itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pada Pasal 50 ayat (1) dan (2) dan Penjelasan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kecermatan dan Asas Ketidakberpihakan, dan PUTRANTO PRI HARDOKO, A.Md.I.P., S.H menantang dan tidak takut dilaporkan ke Inpektorat Kemenkum, bahkan sampai ke presiden sekalipun tidak jadi ASN lagi masih Bisa makan karena menyampingkan adanya RESTORATIF JUSTICE dalam perkara ini;
Bahwa nilai yang terkandung dalam Asas Kecermatan bila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam perkara in litis, terbukti bahwa Terlapor telah bertindak kurang teliti dan tidak cermat, karena adanya Perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum dengan adanya Perdamaian antara Pelapor dan Terlapor dengan adanya Surat Perdamaian tanggal 13 Agustus 2024 antara Pihak Pertama : JOSIA ALVINO PANGARIBUAN dan Pihak Kedua : MANUELA VIOLINA SIBAGARIANG, yang disaksikan : Saksi Pihak Pertama : 1. Lasman Pangaribuan, 2. Santi Roika Sitorus, Saksi Pihak Kedua : 1. Jefry Andi Tampubolon, 2. Ronaldo Sibagariang, menurut hukum seharusnya menghentikan segala proses terkait tersebut dan mengakhiri dengan segala akibat hukumnya sebagaimana dimaksud Pasal 1851 KUHPerdata dan Pasal 1858 KUHPerdata, sehingga sehingga secara prosedural dan secara hukum dapat diakhiri atau dihentikan masalah Pelapor dan Terlapor terkait dengan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan. Tetapi tidak mempertimbangkan dan mengabaikan Perdamaian yang mempunyai kekuatan hukum dengan adanya Perdamaian antara Pelapor dan Terlapor tersebut. Oleh karena itu Penerbitan Surat Keputusan telah melanggar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan ;
Bahwa nilai yang terkandung dalam Asas Kecermatan bila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam perkara in litis, terbukti bahwa Terlapor telah bertindak kurang teliti dan tidak cermat, karena Taruna Josia Alvino Pangaribuan ini statusnya adalah Mahasiswa / Taruna Ikatan Dinas Politeknik Ilmu Pemasyarakatan yang berasal dari Umum Tamat SLTA, BUKAN berasal Aparatur Sipil Negara. Oleh karena itu Dasar Hukum Surat Keputusan yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6897) adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum, sehingga telah melanggar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan ;
Bahwa nilai yang terkandung dalam Asas Kecermatan bila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam perkara in litis, terbukti bahwa Terlapor telah bertindak kurang teliti dan tidak cermat, karena Laporan Pengaduan Pelapor : Manuela Violina Sibagariang tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena Penerima Kuasa selaku Kuasa Hukumnya yang mengaku Advokat Adris Tahihoran,SH dengan Surat Kuasa tanggal 25 Juli 2024 di Medan adalah sdr. Adris Tahihoran,SH telah TIDAK sebagai Advokat karena TELAH DIPECAT sejak 8 Juli 2019 sebagai Advokat. Oleh karena itu menurut hukum Laporan Pengaduan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagaimana menurut asas hukum Ex injuria non oritus ius yaitu Dari hal melawan hukum tidak menimbulkan hak bagi pelaku. Oleh karena itu proses sidang Pemeriksaan dan Rekomendasi dari Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Penerbitan Surat Keputusan yang didasarkan Laporan Pengaduan yang tidak sah, melawan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Oleh karena itu Penerbitan Surat Keputusan telah melanggar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan ;
Bahwa nilai yang terkandung dalam Asas Kecermatan bila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam perkara in litis, terbukti bahwa Tergugat (Ka. BPSDM Kemenkumham) telah bertindak kurang teliti dan tidak cermat, karena Surat Keputusan TIDAK MENCANTUMKAN Pengaduan dari Pelapor : Manuela Violina Sibagariang alias Ella br Sibagariang tanggal 31 Juli 2024 melalui Kuasa Hukumnya yang mengaku Advokat Adris Tahihoran,SH dengan Surat Kuasa tanggal 25 Juli 2024 di Medan sebagai dasar Penerbitan Surat Keputusan, sehingga proses dan penerbitan Surat Keputusan telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah melanggar atau bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan, maka secara hukum dan prosedural Surat Keputusan berakibat hukum menjadi cacat yuridis, tidak sah atau batal, dicabut dan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya ;
Menurut saksi ahli Dr. Selamat Lumbangaol, SH. MKn Dosen di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, mengatakan segala sesuatu yang berkaitan dalam kehidupan Poltekip harus Kembali kepada Statuta yang telah di terbitkan oleh Menteri Hukum dan Ham, serta Pejabat yang bisa mengeluarkan suatu Keputusan Pemberhentian adalah Pejabat Tertinggi dalam institusi tersebut dalam hal ini adalah Direktur POLTEKIP bukan Kepala BPSDM Kemenkumham, beliau juga menambahkan segala surat yang dikeluarkan akan ditembuskan kepada DIKTI. Serta dilihat dari situasi perkara ini sangat jelas ada diskriminatif Dimana Pihak Tergugat Ka. BPSDM Kemenkum tidak professional dalam menagani suatu masalah dan mencari sebab dan akibat serta menyampingkan adanya suatu Upaya RESORASI JUSTICE yang selama ini digaungkan oleh pemerintah. Ketika RJ itu terjadi artinya tidak ada lagi masalah dan tidak ada lagi yang dirugikan mengapa Pihak Tertgugat seperti diburu dalam proses pengeluaran sengkta objek perkara tersebut menurut hemat Saksi ahli masalah ini adalah asmara yang dihubungngkan dengan Lembaga, jika terdapat pelangaran pidana seharusnya dilakukan Laporan Polisi di tempat terjadinya perkara lalu melaporkan etiknya.
Dan menurut Keterangan Saksi Fakta dari Pihak Tergugat (Ka,BPSDM Kemenkumham) LINGGA ADI SEKTIAWAN, STr. Pas selaku Pemeriksa Penggugat mengakui tidak Pernah memberikan Surat Panggilan BAP, Memberikan hasil BAP untuk di Baca dan diparaf serta Penggugat Tidak pernah menanda tangani secara Fisik Hasil BAP tersebut, melainkan dengan akal-akalan LINGGA ADI SEKTIAWAN, STr membubuhkan tanda tangan Penggugat yang ia scan kedalam Lembaran BAP, serata seluruh hasil BAP yang ditunjukan dalam Fakta Surat dipersidangan ditolak keras Taruna Utama Josia Alvino Pangaribuan karena tidak sesuai dengan apa yang pernah diutarakan dulu, semua hasil rekayasa LINGGA ADI SEKTIAWAN, STr. Pas dan ditambahkan juga dalam proses BAP tersebut mengalami kekerasan fisik berupa pukulan tamparan sebanyak 18 kali yang lakukan pembina JHODY RAEHANDI RAMADHAN,S.Tr.Pas dan hal tersbut disaksikan LINGGA ADI SEKTIAWAN, STr. Pas tetapi tidak ada tindakan melarang atau mencegah.
Dalam kasus Taruna Utama Josia Alvino Pangaribuan ini terlihat bagaimana Negara gagal menjalankan Tujuan Nasional Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara juga gagal dalam melindungi Warga Negara dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu Pendidikan.
Poltekip sebagai Lembaga Pendidikan tentunya paham bahwa Poltekip adalah tempat terbaik untuk mendidik putra-putri bangsa yang menjunjung tinggi moral etic berdasarkan Pancasila, namun yang terjadi adalah kesewenang-wenangan bahkan sangat diskriminatif, serta para Pejabat dan Pembina yang ditempatkan dalam instansi tersebut telah Menyalahgunakan Kewenangan kurang mengerti akan Asas Kepastian Hukum, Asas Kecermatan, Asas Ketidakberpihakan, Asas Profesionalitas dan Asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang terkandung didalamnya.
Oleh karena itu beralasan hukum menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan dan mewajibkan Tergugat Ka. BPSDM Kemenkumham untuk mencabut Surat Keputusan;
Gugatan PTUN didaftarkan oleh Kuasa Hukum pada pokoknya meminta agar Majelis Hakim PTUN Bandung Menyatakan Batal atau Tidak Sah dan Mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor SDM-10.SM.09.03 Tahun 2024 Tanggal 24 September 2024 Tentang Pemberhentian Dan Putus Studi Kepada TARUNA JOSIA ALVINO PANGARIBUANPANGARIBUAN, dan Merehabilitasi dan Mengembalikan TARUNA UTAMA JOSIA ALVINO PANGARIBUAN dalam status dan kedudukan seperti semula sebagai Taruna.
Awal mulanya Penggugat tidak ingin membawa kasus ini kejalur Hukum karena tidak elok seorang anak mengugat Ibunya dan mecoba melakukan konsilidasi kepada berapa pihak Seperti Ibu Direktur POLTEKIP, Ka.BPSDM Kemenkumham, Sekretaris BPSDM, Rekan Seangkatan XXI Ka.BPSDM yang baru di Dirjenpas, Bapak Hasim adik kandung Presiden RI, Komunikasi Wa dengan Menteri Hukum Supratman. Malah Menteri tersebut yang merupakan atasan dari Ka. BPSDM meminta untuk diselesaikan lewat jalur Hukum biar ada pijakan mereka kedepannya, Bagaimana negara ini mau maju, seyogyanya masalah tersebut bisa selesai ditangan beliau selaku Menteri.
Sebelum Gugatan didaftarkan di PTUN Bandung, TARUNA UTAMA JOSIA ALVINO PANGARIBUAN telah melakukan upaya administrasi berupa Surat Keberatan kepada Direktur Poltekip, Ka. BPSDM, dan Banding administrative kepada Menteri Hukum, Menteri HAM, Menteri Impas dan Menteri Koordinator HUKUM dan HAM RI.
Kami hanya memohon agar Majelis Hakim dalam memberikan putusan melihat dari berbagai aspek termasuk asas kemanfaatan. Karena hukum selain penegakan hukum tentunya harus melihat kemanfaatan hukum jika diterapkan.
Kami menilai, pemecatan TARUNA UTAMA JOSIA ALVINO PANGARIBUAN adalah Tindakan Pemerintah yang sangat diskriminatif dan melanggar HAM, maka Menteri Hukum Menteri HAM harus turun tangan untuk memulihkan hak TARUNA UTAMA JOSIA ALVINO PANGARIBUAN kembali.
Menurut kami, pemecatan hanya boleh dilakukan terhadap siswa yang melakukan kejahatan pidana seperti korupsi, narkoba, pembunuhan, pencurian, dan lain sebagainya, banyak kasus terjadi pihak Poltekip menyampingkan similia similibus dan asas Egaliter dalam Hkm administrasi, dan melalui beberapa wancara kepada para taruna jelas tebang pilih dalam mengabil Keputusan.
Kami berdoa dan berharap, semoga saja putusan Majelis Hakim PTUN Bandung 20 Februari 2025 nanti berpihak pada TARUNA UTAMA JOSIA ALVINO PANGARIBUAN. Tutup Dr. Maruba Sinaga, SH., MH yang juga seorang Pendeta.[R_KFS74D]