Iklan

 


 


Soroti RUU KUHAP di Zaman Modern, ISMAHI Jabar Laksanakan Seminar Nasional

Jumat, 28 Februari 2025, Februari 28, 2025 WIB Last Updated 2025-03-01T06:53:36Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

 



Bogor - Penegakan hukum adalah bagian terpenting dari rangkaian mewujudkan hukum menjadi kenyataan di masyarakat. Merujuk pada tujuan hukum menurut Gustav Radburch tujuan hukum diantaranya adalah keadilan, kepastian hukum dan kebermanfaatan hukum. Hukum juga adalah salah satu terpenting dalam suatu ketertiban di masyarakat. Dalam konteks ini adalah penegakan hukum pidana di sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai substansi hukum materil, maka sangat diperlukan hukum formill yang komprehensif dan sesuai dengan situasi dan kondisi Bangsa Indoensia saat ini. Reformasi hukum hari ini telah terjadi disharrmonisasi dalam hukum materil dan formil.


Dalam penyusunan dan pembentukan hukum materil menjadi pendorong untuk lahirnya hukum formil yang tepat sasaran. Pada prakteknya, hukum materil dalam sistem peradilan pidana adalah nyawa untuk proses menemukan kebenaran materil terhadap suatu peristiwa hukum. Sampai hari ini, Indonesia masih menggunakan hukum formil pidana yang telah berusia 44 tahun sebagai hukum acaranya. Bahwa, terhadap produk hukum tersebut, telah mengalami uji materil yang sangat banyak di Mahkamah Konstitusi. Maka, kondisi tersebut mengakibatkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terjadi tambal sulam yang tidak memberikan kepastian hukum.


Oleh karena akhirnya membuat Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) Jawa Barat (Jabar) menggelar seminar nasional yang berlangsung pada, Kamis (27/2/2025)


Seminar  yang berlangsung di Wisma Grisa Nusa Bangsa itu menyoroti soal urgensi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di zaman modern, dengan menghadirkan 2 Nasrasumber yaitu Guru Besar Ilmu Hukum Pidana yaitu Prof. Dr. Hj. Henny Nuraeni, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Andre Yosua M, S.H., M.H., M.A., Ph.D. dengan Moderator dibawakan secara lugas oleh  Muhamad Farhan Abdillah.


Menurut salah satu narasumber  Prof Andre dalam penjelasannya mengatakan, RUU KUHAP 81 memang sudah layak untuk direvisi, sebab di dalam aturan tersebut sudah banyak yang tidak relevan dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini.


Guru Besar Ilmu Hukum Pidana itu menilai aturan yang tertuang di RUU KUHAP lama sudah banyak yang tambal silam atau masuk meja Mahakamah Konstitusi (MK).


"Berarti artinya inikan sudah banyak hal-hal yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat hukum pidana di Indonesia," jelasnya pada kepada awak media, seusai dirinya memaparkan materi


Lebih lanjut  Prof Andre mengingatkan urgensi tambal sulam itu jangan dijadikan sebagai alat untuk bertukar kekuasaan akan tetapi harus memenuhi kebutuhan hukum yang ada dan mesti memenuhi hak-hak asasi manusia.


Dia meminta kepada para mahasiswa di seluruh Indonesia terkhusus mereka yang tergabung dalam ISMAHI untuk terus mengawal RUU KUHAP sebelum aturan tersebut di ketok palu.


"Tadi saya menyarankan untuk temen temen ISMAHI membuat kelompok-kelompok kecil dan dalam kelompok itu membahas pasal per pasal, setiap kelompok ada PIC-nya," tutur Prof Andre.


Sementara itu Kordinator ISMAHI Jawa Barat (Jabar) Muhammad Zakky Noor Ramadhan  mengatakan bahwa ISMAHI JABAR akan terus mengawal tiap-tiap pasal yang saat ini ada di RUU KUHAP.


"Nantinya kita akan buatkan  naskah dan saran akademik untuk diserahkan ke DPR RI, karena walau bagaimanapun ini langkah progresif, oleh karena  kita perlu mengawal yang sekiranya menjadi urgensi, dan sesuai dengan tantangan hukum modern," jelasnya.


Sebab menurut Pria yang saat ini masih terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Bandung mengaku bahwa pihaknya  juga sangat mewaspadai jika ada produk hukum baru yang nantinya malah kontra produktive dan  tumpang tindih, serta jauh dari   nilai-nilai keadilan [÷Romo]

Komentar

Tampilkan

Terkini