Membangun Soliditas Pedagang Pasar Tradisional di Labuan Bajo
Labuan Bajo, 29 Oktober 2024.
Dewan Pimpinan Daerah Pedagang Pejuang Indonesia Raya (DPD PAPERA) pada Selasa, 29 Oktober 2024 telah melakukan kunjungan pasar ke pasar tradisional Wae Kesambi dan Pasar Baru di Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ketua DPD PAPERA NTT, Wilfridus Yons Ebit, S. Fil. memimpin langsung kunjungan ini untuk berdialog dengan para pedagang. Di Pasar Wae Kesambi para pedagang menyampaikan bahwa keteraturan pasar menjadi tantangan utama mereka sehari-hari. Luas lahan pasar Wae Kesambi yang tidak memadai dirasa oleh pedagang saat ini sudah tidak cukup untuk dapat menampung jumlah pedagang yang terus bertambah. Kondisi ini menimbulkan fenomena pasar tumpah di lorong pasar dan jalan raya di depan pasar. Adanya pasar tumpah oleh pedangan yang belum memiliki lapak jualan permanan akhirnya mendorong para pedagang yang berjualan di lapak-lapak permanen tidak menggunakan lapak pasar yang tersedia namun sebaliknya mereka ikut menggelar jualan mereka di lorong-lorong pasar dan jalan raya depan pasar untuk menjemput pembeli. Persaingan merebut pembeli ini juga terjadi antara para pedangan eceran dan para pedagang pengepul yang datang membawa dagangan mereka dengan mobil pick up. Para pedagang pengepul juga menggelar jualan mereka di atas pick up di lahan parkir dan menjual dagangan secara eceran. Perebutan pembeli oleh kedua kelompok pedangan ini dikeluhkan para pedangan pasar karena mereka kalah bersaing dengan pedangan pengepul yang memiliki modal lebih besar sehingga bisa mengecer jualan mereka dengan harga yang lebih murah. Pasar tumpah dan perebutan konsumen ini membuat pasar terlihat tidak teratur.
Ketidakteraturan ini juga dijumpai pada toilet umum pasar yang kondisinya ada yang rusak, kotor, tidak terawat dan mengganggu pemandangan.
Tantangan lain yang dialami oleh pedangan pasar Wae Kelambu adalah akses permodalan. Beberapa pedagang yang ditemui mengatakan bahwa mereka terpaksa berutang pada rentenir yang datang dalam bentuk koperasi harian atau koperasi keliling yang menarik cicilan harian dengan potongan awal dari jumlah pinjaman dalam jumlah cukup besar. Keterhimpitan modal usaha dan kebutuhan mendesak seperti uang sekolah anak-anak dan tidak layaknya mereka dalam penilaian bank umum untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) membuat koperasi harian yang berbunga 20%-25% ini menjadi jalan keluar sementara mereka yang kemudian menjadi lingkaran masalah yang makin menghimpit kehidupan mereka. Beratnya tanggungan utang pada koperasi harian atau koperasi keliling ini membuat usaha mereka tidak bisa berkembang.
Mereka berdagang benar-benar hanya untuk menyambung hidup dan menyelamatkan pendidikan anak-anak mereka. Meskipun demikian ada juga pedangan lain yang ditemui terpisah pada pojok sembako ada yang memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, terkait dengan bunga tinggi koperasi keliling atau koperasi harian, itu tergantung masing-masing pribadi dan tidak bisa disamaratakan berlaku untuk semua pedangan. Pedangan harus bisa cerdik dan bijaksana dalam menggunakan uang mereka. Bunga tinggi hingga 20%-25% adalah konsekuensi dari pinjaman yang didapat tanpa urusan administrasi yang rumit seperti di bank umum atau koperasi simpan pinjam berbadan hukum.
Di Pasar Baru Labuan Bajo yang jaraknya sekitar 5 km dari Pasar Wae Kesambi, para pedangan yang jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar tiga puluhan orang menceritakan sepinya pembeli di pasar itu karena konsumen lebih memilih berbelanja di Pasar Waekesambi.
Kondisi ini sebenarnya telah diatasi oleh PEMDA Kabupaten Manggarai Barat dengan merelokasi berulang-ulang sebagian pedagang dari Pasar Wae Kesambi ke Pasar Baru namun setelah pengawasan oleh SATPOL PP mengendur, para pedagang kembali ke Pasar Wae Kesambi. Setiap ada penertiban oleh SATPOL PP di Pasar Wae Kesambi, jumlah pedangan di Pasar Baru akan meningkat namun hal ini hanya berlangsung sementara karena ketika pengawasan SATPOL PP mengendur, para pedangan yang direlokasi itu akan kembali ke Pasar Wae Kesambi dan menggelar jualan mereka di lorong dan jalan akses pasar. Bertahun-tahun kondisi ini belum bisa diatasi secara permanen baik oleh PEMDA Kabupaten Manggarai Barat maupun oleh para pedangan sendiri karena tidak adanya wadah bersama pedangan pasar tradisional di Kabupaten Manggarai Barat.
Persoalan-persoalan yang menjadi keprihatinan para pedagang di kedua pasar tradisional di Labuan Bajo, kota pariwisata super prioritas yang tersohor oleh Taman Nasional Pulau Komodo ini tentu membutuhkan kolaborasi multi-pihak untuk menemukan solusi dan melakukan perubahan menjadi lebih baik. Melihat dan mendengar aspirasi para pedagang.
Ketua DPD PAPERA NTT, Wilfridus Yons Ebit, S.Fil. dalam tatap muka bersama para pedagang mengajak para pedagang untuk bergotong-royong melakukan berubahan dan kehadiran Pedagang Pejuang Indonesia Raya (PAPERA) di Manggarai Barat diharapkan dapat menjadi wadah bagi semua elemen pedagang pasar tradisional untuk membangun soliditas dan memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, pertama-tama harus melalui daya upaya kelompok mereka sendiri dan baru kemudian berkolaborasi dengan PEMDA Kabupaten Manggarai Barat dan para pihak lainnya. Tanpa adanya kemauan, soliditas dan mimpi perubahan yang sama dalam diri pedagang, tidak aka nada satu pihak pun yang sanggup mengubah kondisi dan persoalan yang disampaikan oleh para pedagang. Maka slogan dari pedagang, oleh pedagang dan untuk pedagang sangat relevan untuk diwujudkan bersama-sama oleh para pedagang Pasar Wae Kesambi dan Pasar Baru, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT.